One Year Process to Fly High... (Part 1)
“All is sent to across our path for a reason, not by any accident at all”,
Saya setuju sekali dengan statement bijak ini. Karena sejatinya tidak ada yang
kebetulan di perjalanan ini, semua sudah diatur oleh-Nya di lauful mahfuz.
SMA Unggulan Chairul Tanjung Foundation, Sebuah sekolah hebat dimana aku
mengajar selama dua tahun terakhir ini. Sekolah dimana semua cerita panjangku
ini berawal...
![]() |
Sarah and me |
Hingga momen itu pun tiba...
Mei 2015, “Guntaro, this is the second chance you have. FLTA Program is
extended!”
Beliau tidak henti-hentinya mengingatkanku untuk hal ini.Tanpa harus
berpikir panjang, aku pun bergegas menyelesaikan semua persyaratan seperti essay,
surat rekomendasi dari profesor dan kepala sekolah, ijazah, transkip, sertifikat
TOEFL dan prestasi-prestasi, serta beberapa dokumen lainnya. Aku tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan kedua ini (aku kehilangan kesempatan pertama karena
deadline yang tidak terkejar, pada waktu itu skor TOEFL terbaruku belum issued).
Di awal Mei, semua persyaratan telah
diselesaikan. 2 surat rekomendasi melalui proses yang tidak mudah, beberapa
kali datang ke kampus untuk menjumpai profesor dan beliau sedang tidak di tempat.
Begitu halnya dengan essay. Essay dua lembar yang harus dikirim kemana-mana
(luar daerah dan luar negeri) buat
masukan ide dan pengayaan materi. hingga akhirnya, DONE!
Agustus 2015,
Senengnya luar biasaaaaaa sewaktu e-mail undangan wawancara itu masuk di
inbox. One step ahead. Lari secepatnya ke laboratorium kimia buat ngabari
temenku tentang kabar bahagia ini. Pada waktu itu, yang ada di kepala ini cuma
kepingin refreshing ke Jakarta (padahal 3 bulan sebelumnya juga baru balik dari
Jawa, dasar village! haha). Wawancara akan dilaksanakan pada tanggal 25
Agustus, atau sekitar dua minggu setelah email pemberitahuan. Itu artinya aku
memiliki 2 minggu untuk persiapan. Aku mempersiapkan hal-hal terbaik yang bisa
aku persiapkan. Mulai dari browsing pertanyaan-pertanyaan yang sering
dipertanyakan di wawancara Fulbright, membaca blog-blog tentang pengalaman
interview Fulbright, membuat I-Card yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan essay dan aplikasiku hingga akhirnya latihan wawancara bahasa Inggris bersama
dua siswaku, Yoga dan Laila. Aku menjadikan mereka sebagai interviewer dengan
membacakan pertanyaan-pertanyaan yang tertera di kartu-kartu wawancara yang
sudah aku design.
![]() |
Bandung, I'm here... |
25 Agustus 2015. Berangkat dari Mampang ke Sudirman dengan kondisi tidak
tidur satu malaman karena sakit perut yang super sekali. Alhamdulillah aku tiba
di gedung AMINEF lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Sebelumnya aku sudah
memprediksikan waktu dengan cermat karena (sekali lagi) aku bukan tipikal orang
yang bisa terburu-buru kalau tidak mau semuanya buyarrrrr. Bagiku, kantor itu
sudah cukup familiar karena aku sudah beberapa kali singgah kesana. Sekitar
beberapa menit duduk di ruang tunggu, akhirnya namaku dipanggil pihak panitia (Sepertinya
aku peserta wawancara pertama di hari itu). Mbak itu mempersilahkan aku masuk ke ruang
interview...dag.dig.dug
Me : Good morning
All : Morning. Take a seat, please.
Me : Thanks.
AMINEF Officer :
Guntar, They are all interviewers. Bla bla bla....
Mbak itu mengenalkan masing-masing interviewer dengan background pendidikan
mereka. Ternyata, mereka semua adalah para fulbrighter. Interview berjalan
dengan lancar dan singkat. Semua pertanyaan berasal dari aplikasi yang kukirimkan
dan alhamdulillah bisa dijawab dengan baik. Setelah sesi interview selesai, aku
langsung bergerak menuju Masjid Istiqlal. Di mesjid itu, aku mencurahkan semua
isi hati ke sang pemilik hati. dan plonggg rasanya. Aku sudah mempersiapkan
yang terbaik dan mengeksekusinya dengan apik. Tugasku selesai sudah. Medan, I’m
back!
Guntarooo, sambung lg dong ceritanyaa :D :D
ReplyDelete